Langsung ke konten utama

Konstantin Tsiolkovsky, Sang Penengah Antara Imajinasi Dengan Ilmu Pasti

Alberet Einstein pernah berkata :”Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited, whereas imagination embraces the entire world, stimulating progress, giving birth to evolution.” yang artinya adalah “khayalan lebih penting dari pengetahuan karena pengetahuan itu terbatas, sedangkan khayalan meliputi seluruh dunia, merangsang kemajuan, dan melahirkan evolusi”. Seorang jenius yang rendah hati dari Rusia bernama Konstantin Tsiolkovsky adalah bukti hidup kutipan Einstein tersebut.


Ide mengenai perjalanan ke luar angkasa tidak akan bisa sepopuler sekarang ini tanpa khayalan dua orang penulis ternama asal Perancis, Jules Verne dan penulis asal Inggris, Herbert George Wells. Meskipun keduanya hidup di zaman yang berbeda dimana Jules Verne mempublikasikan buku perjalanan luar angkasanya yang berjudul From the Earth to the Moon pada tahun 1865 sedangkan H.G. Wells mempublikasikan buku dengan tema yang sama yang berjudul The First Men in the Moon pada tahun 1901, namun kombinasi imajinasi kedua orang inilah yang membuat masyarakat pada saat itu penasaran dengan ide perjalanan ke luar angkasa. Jules Verne lebih memfokuskan ceritanya pada petualangan yang dihadapi tokoh dalam bukunya pada saat di bulan, sedangkan H.G. Wells membuat ceritanya lebih ‘dewasa’ dengan berfokus pada pergulatan politik karakter-karakter dalam ceritanya saat berada di bulan.
Jules Verne dan H.G. Wells berhasil membuat tema eksplorasi luar angkasa diterima oleh masyarakat, namun orang lainlah yang membuatnya dapat terwujud, dan salah satu yang paling luar biasa adalah Konstantin Eduardovich Tsiolkovsky. Ia lahir pada tahun 1857 di sebuah kota di Rusia yang bernama Izhevskoye, dimana ia pernah mengalami penyakit parah yang hampir membuatnya tuli total, sampai akhirnya menjadi salah satu pemikir ilmiah terapan yang terbesar di zamannya.

Konstantin Tsiolkovsky membuat perjalanan ke luar angkasa menjadi sebuah kenyataan dengan bekerja seorang diri, mengembangkan berbagai teknik dan teori yang masih digunakan dalam ilmu roket saat ini. Meskipun demikian ia menghabiskan sebagian besar hidupnya zuhud sebagai seorang guru biasa, dan mendapatkan pengakuan atas karyanya setelah ia berusia lanjut. Uniknya, ia memiliki kekurangan dalam pendengaran akibat sebuah penyakit yang ia derita saat kecil. Hal tersebut membuat ia gagal menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar. Namun ia tidak menyerah. Menginjak usia remaja, ia pindah ke Moskow untuk belajar secara mandiri di Perpustakaan Rumyantsev. Setelah merasa cukup mampu, ia mencoba tes untuk menjadi guru dan ia berhasil. Ia ditugaskan mengajar di sebuah kota bernama Kaluga, dimana ia tinggal dan mengajar hingga akhir hayatnya.
Sejak kecil ia tertarik dengan kapal terbang dan balon udara dan ia percaya bahwa sebuah kapal yang tertutup akan memungkinkan seseorang untuk melakukan perjalanan luar angkasa. Pada saat itu, sebagian besar ilmuwan telah menyadari bahwa luar angkasa itu ruang hampa - percobaan menggunakan balon yang diterbangkan telah menunjukan bahwa tekanan udara turun secara pesat di ketinggian tertentu. Karena sebagian besar sistem pendorong masih tergantung pada adanya sebuah media untuk mendorong seperti angin, air atau api dimana media-media ini akan menjadi tidak berguna di ruang hampa, lalu bagaimana sebuah pesawat luar angkasa bisa didorong dan dikendalikan?

Dalam bukunya, Jules Verne menggambarkan perjalanan luar angkasa dilakukan dengan menembakan sebuah pesawat menggunakan meriam. Namun, hal ini dipikirkan secara serius oleh Tsiolkovsky dengan perhitungan matematis dan ia menyatakan bahwa hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Ia menemukan bahwa makhluk hidup mampu bertahan dalam kecepatan maksimal 60 meter per detik atau enam kali gravitasi bumi, tapi tidak lebih dari itu. Ia juga menemukan bahwa kecepatan yang diperlukan oleh sebuah benda agar bisa terlepas dari tarikan gravitasi bumi adalah 11,2 km/detik. Masalahnya adalah, apabila menggunakan media semacam meriam untuk mencapai kecepatan tersebut, maka pesawat dan penumpangnya dapat remuk seketika karena perubahan percepatan yang tiba-tiba. Oleh karena itu, menurut Tsiolkovsky, cara yang paling mungkin adalah membuat roket yang memiliki bahan bakar sendiri untuk menciptakan daya dorongnya sendiri, sehingga roket ini mampu menciptakan percepatan tahap demi tahap sampai akhirnya bisa mencapai kecepatan lepas bumi yang diperlukan untuk keluar dari tarikan gravitasi bumi untuk melakukan perjalanan ke luar angkasa. Untuk menciptakan percepatan ini, menurutnya dibutuhkan roket dengan sistem bahan bakar bertahap. Ia juga menyatakan bahwa bahan bakar mesiu tidak cukup untuk melakukan perjalanan luar angkasa karena di luar angkasa tidak terdapat oksigen yang diperlukan untuk membakar mesiu. Oleh karena itu, diperlukan bahan bakar cair, yakni hidrogen cair yang dibakar dengan oksigen cair. Namun pada saat itu idenya ini sulit untuk diwujudkan sehingga diabaikan oleh komunitas ilmiah Kekaisaran Rusia saat itu. Idenya ini ia kemukakan dalam sebuah makalah ilmiah yang detail dengan judul The Exploration of Cosmic Space by Means of Reaction Devices (1903).
Sebelum ia membuat karya ilmiahnya ini, pada tahun 1892 ia menulis sebuah buku fiksi ilmiah yang berjudul On The Moon. Dalam buku ini, Tsiolkovsky menggunakan imajinasi dan pengetahuannya berdasarkan teori gravitasi Newton untuk menggambarkan keadaan di bulan dengan hampir sangat tepat dengan kenyataannya. Padahal saat itu manusia masih jauh dari perjalanannya menuju ke bulan. Pada buku fiksi ilmiah berikutnya yang berjudul Dreams of the Earth and Sky yang diterbitkan pada tahun 1895, ia bukan hanya membahas mengenai gravitasi pada planet dan asteroid, namun ia juga membahas konsep adanya hewan dan serangga di planet lainnya. Pemikirannya yang paling rumit mengenai alam semesta ini akhirnya ia sempurnakan dalam filosofi kosmosnya yang ia terbitkan pada tahun 1932. Ia menyatakan bahwa suatu hari umat manusia akan menguasai tata surya dan bahkan alam semesta. Ia juga berpikir bahwa suatu saat ketika manusia telah menguasai tata surya, matahari akan mati dan seluruh manusia penghuni tata surya akan melakukan perjalanan luar angkasa untuk mencari matahari lainnya. Imajinasi-imajinasinya itu sedikit demi sedikit menjadi kenyataan, mulai dari terwujudnya roket yang benar-benar dapat beroperasi, hingga akhirnya manusia mampu mengirimkan pesawat bahkan manusia ke luar angkasa.

Meskipun ia belum pernah membangun roket buatannya sendiri, namun karyanya menginspirasi seorang ilmuwan brilian di belahan bumi Eropa lainnya. Wernher von Braun adalah seorang ilmuwan roket yang bekerja di bawah rezim NAZI yang diminta untuk mengembangkan teknologi roket. Ia mendesain roket V-2 di Peenemünde. Roket ini adalah teknologi perang yang paling maju di saat Perang Dunia II berlangsung. Yang mengejutkan adalah, ketika tentara Uni Soviet menguasai Peenemünde, para tentara dan ilmuwan Uni Soviet dibuat kagum dan bangga terhadap Tsiolkovsky karena pembuatan roket V-2 merujuk pada buku karya-karya Tsiolkovsky yang selama ini diabaikan oleh pemerintah Kekaisaran Rusia dan Republik Uni Soviet. Akhirnya dibawah komando ilmuwan militer Sergei Korolev dan Valentin Glushko, Uni Soviet mengembangkan ilmu roket yang diwariskan dari Tsiolkovsky hingga akhirnya mereka berlomba dengan Amerika Serikat untuk mengirim misi luar angkasa di zaman Perang Dingin.

Postingan populer dari blog ini

Busung Lapar di Lumbung Beras: Sebuah Ironi Berulang di Pulau Lombok

Guru Sang Ratu: Abdul Karim, Dari Pelayan Menjadi Orang Kepercayaan Ratu Victoria

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 4)

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 3)

Seni Menyidik Tanpa Kekerasan Dari Veteran PD II