Langsung ke konten utama

Arminius Vambery dan Thor Heyerdhal; Petualang, Pemberani dan Pendobrak.

Rasa penasaran yang kuat tidak jarang membuat manusia berani melawan bahaya. Arminius Vambery dan Thor Heyerdhal hidup di dua abad yang berbeda, namun keduanya punya kesamaan, yakni mereka berdua menantang bahaya yang bahkan bisa mengancam jiwa mereka demi memenuhi rasa keingintahuan mereka. Mau tahu ceritanya? Baca yuk!



Armnius Vambery
Armnius Vambery memiliki bakat dalam bahasa sejak usia masih muda. Ia terlahir dari pasangan keluarga Yahudi Ortodoks yang cukup miskin di Hungaria pada tahun 1832. Ia menguasai beberapa bahasa di Eropa dan juga di sekitarnya seperti Persia, Arab dan Turki. Disamping kelebihannya tersebut, ia juga memiliki kekurangan sejak lahir. Sejak lahir ia mengalami kelainan yang membuatnya jalan terpincang-pincang. Oleh karena itu ia juga dikenal dengan sebutan si pincang.
Ia sangat tertarik dengan bahasa Turki dan bahasa kampung halamannya, yakni Magyar. Ketertarikannya ini mengantarnya ke Konstantinopel atau yang sekarang dikenal dengan nama Istambul untuk bekerja sebagai guru bahasa asing secara privat bagi anak-anak Fuad Pasha, Menteri Luar Negeri Turki saat itu. Selama mengajar dan belajar di sana, ia berhasil menulis kamus Bahasa Jerman - Turki pada tahun 1858. Di Turki ia berhasil menguasai 20 bahasa dan dialek lokal.
Saat ia hidup di Turki selama bertahun-tahun, ia memperhatikan satu hal yang menarik yakni ia merasa bahwa bahasa Turki dan bahasa Hungaria yang disebut Magyar memiliki akar yang sama. Ia menduga bahasa Turki dan Magyar berasal dari Asia Tengah. Pendapatnya ini bertentangan dengan pemahaman para ahli bahasa saat itu yang memandang bahwa bahasa Magyar memiliki akar yang sama dengan bahasa Finlandia.
Untuk membuktikan teorinya yang bertentangan dengan pendapat orang banyak saat itu, maka ia memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Asia Tengah untuk mencari tahu. Namun sebagai seorang Yahudi, rencananya tersebut adalah sesuatu kenekatan karena ia mendengar bahwa seorang non muslim, apalagi Yahudi, akan mengalami penyiksaan bahkan kematian bila mereka berani ke daerah mayoritas Muslim di Asia Barat dan Asia Tengah.

Untuk memuluskan rencananya ini, akhirnya ia memeluk agama Islam. Sebagian besar ahli sejarah mengatakan bahwa masuknya Vambery menjadi pemeluk Islam bukanlah nyata, melainkan sebagai upayanya untuk bisa berkunjung ke Asia Tengah. Namun demikian tidak sedikit juga para ahli yang mengatakan bahwa ia benar-benar memeluk Islam. Ia merubah namanya menjadi Rashid Effendi dan mengaku sebagai seorang darwis sufi.
Ia memulai perjalanannya dari Trebizond dan bergabung dengan sekelompok orang yang baru pulang haji dari Mekkah menuju ke Tehran di Persia. Ia mengaku bahwa ia ingin mengunjungi tempat-tempat keramat seperti Khiva, Bukhara, dan Samarkand. Vambery berjalan bersama mereka selama berbulan-bulan. Tidak jarang ia dicurigai sebagai seorang yang sedang menyamar karena selalu ada yang tidak biasa dalam dirinya dibandingkan dengan orang-orang Muslim lainnya. Namun pengetahuannya akan Islam dan bahasa lokal membuatnya selalu selamat apabila dia ‘diinterogasi’.
Selama di perjalanan, dia menemukan banyak manuskrip dan buku menarik, tapi ia tidak punya cukup uang untuk membeli sebanyak yang ia mau. Selain itu, ia takut ketertarikannya yang berlebihan akan mengundang kecurigaan orang-orang. Dari Samarkand ia bertemu dengan beberapa orang yang berbaik hati mengantarkannya kembali ke Mekkah. Namun ia menolak karena Mekkah bukanlah tujuan sebenarnya. Selama di perjalanan ia bersahabat dengan seseorang yang bernama Iskhak yang ia ajak serta untuk pulang ke Hungaria. Ia menceritakan identitasnya yang sesungguhnya kepada Iskhak saat mereka berhasil tiba di Tehran, dimana ia menanggalkan penyamarannya sebagai seorang darwis.

Ia memang tidak berhasil membuktikan teorinya, namun ia menulis kisahnya selama di perjalanan dalam sebuah buku yang berjudul Travels in Central Asia. Bukunya tersebut membuatnya ia dipanggil oleh Kerajaan Inggris untuk diangkat sebagai mata-mata di Timur Tengah, dimana Inggris saat itu masih waspada dengan pergerakan kekaisaran Rusia di Asia Tengah. Ia mendapat penghargaan tertinggi dari Kerajaan Inggris yang saat itu dipimpin oleh Raja Edward VII.
Thor Heyerdahl
Thor Heyerdahl sejak kecil tertarik dengan zoologi dan geografi. Ia lahir di Larvik, Norwegia pada tahun 1914. Ketertarikannya ini diturunkan dari Ibunya yang merupakan penggemar teori evolusi Charles Darwin. Ia menggapai mimpinya untuk belajar zoologi dan geografi di Universitas Oslo. Di kampus, ia menemukan ketertarikannya pada sebuah daerah yang spesifik di bumi ini, Polinesia.

Setelah berkualiah selama tujuh semester, ia akhirnya mendapatkan kesempatan untuk berangkat ke Polinesia dalam rangka melakukan proyek penelitian yang disponsori oleh profesor Zoologinya, Kristine Bonnevie and Hjalmar Broch. Di Polinesia, ia sebagian besar menghabiskan waktunya di kepulauan Marquesas, terutama di sebuah pulau yang bernama Fatu Hiva. Setelah melakukan pengamatan selama satu setengah tahun, ia menduga bahwa pulau-pulau di Pasifik pada awalnya dihuni oleh orang-orang yang berasal dari Amerika Selatan. Hipotesisnya ini bertentangan dengan kesepakatan para ahli yang mengatakan bahwa orang-orang Pasifik datang dari barat, yakni dari Asia. Ia berpendapat bahwa bukan kebetulan sosok legenda raksasa yang bernama Tiki di kebudayaan Polinesia terlihat mirip dengan monolit yang ditinggalkan oleh peradaban Amerika Selatan sebelum Inca. Ia menyimpulkan bahwa orang-orang Polinesia datang dari timur dengan menyeberangi Samudra Pasifik mengendarai rakit sekitar 900 tahun sebelum Kolombus menyeberangi Samudra Atlantik.

Untuk membuktikan teorinya tersebut, membangun sebuah rakit kayu yang sangat besar dan merekrut kru untuk berlayar bersamanya menggunakan rakit tersebut. Rakit itu ia beri nama Kon-Tiki yang merupakan nama dewa matahari dalam kepercayaan orang Inca. Ia berhasil merekrut lima orang kru, sehingga mereka akan berangkat berenam. Thor Heyerdahl sebagai kapten, Erik Hesselberg sebagai navigator, Bengt Danielsson sebagai koki dan pengatur persediaan makanan, Knut Haugland dan Torstein Raaby sebagai ahli radio dimana mereka berdua adalah veteran Perang Dunia II, serta Herman Watzinger yang merupakan seorang insinyur yang mengerti mengenai permasalahan teknis. Selain mereka berenam, terdapat seorang burung beo bernama Lorita. Sebenarnya perjalanan yang ditempuh oleh Thor ini adalah sangat berisiko karena ia sendiri sebenarnya tidak bisa berenang sama sekali.
Mereka memulai perjalanan mereka dari Callao, Peru di Amerika Selatan pada 28 April 1947. Banyak yang meragukan perjalanan nekat ini karena hanya menggunakan rakit dari kayu. Selama di perjalanan, tidak jarang mereka berhadapan dengan ganasnya gelombang laut. Mereka mengikat diri mereka seerat mungkin agar tidak terlempar dari rakit. Di tengah perjalanan, burung beo yang bernama Lorita terbang dan terbawa arus. Burung tersebut adalah satu-satunya korban dalam perjalanan Kon-Tiki tersebut. Mereka tidak pernah kehabisan makanan karena Samudera Pasifik menyediakan mereka ikan yang melimpah seperti ikan terbang, tuna, dan bonito. Mereka bahkan sempat menangkap seekor hiu besar.
Setelah menempuh perjalanan hampir sejauh 7 ribu kilometer atau hampir setara 3800 mil laut, mereka akhirnya tiba di sebuah pulau pasifik tak berpenghuni di atol Raroia setelah menempuh 101 hari pelayaran. Thor akhirnya membuktikan bahwa ada kemungkinan orang Pasifik berasal dari Amerika Selatan karena sangat mungkin untuk melakukan pelayaran dengan rakit. Meskipun demikian, teorinya tersebut tidak pernah diakui karena penelitian DNA tetap menunjukan bahwa orang-orang Pasifik memang berasal dari Asia. Meskipun demikian, perjalanan Kon-Tiki tersebut mengundang perhatian banyak orang dan bahkan disebutkan menjadi awal ketertarikan orang Barat akan pulau-pulau di Pasifik untuk dijadikan sebagai destinasi wisata.

Postingan populer dari blog ini

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 4)

Guru Sang Ratu: Abdul Karim, Dari Pelayan Menjadi Orang Kepercayaan Ratu Victoria

Busung Lapar di Lumbung Beras: Sebuah Ironi Berulang di Pulau Lombok

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 3)

Seni Menyidik Tanpa Kekerasan Dari Veteran PD II