Langsung ke konten utama

Kisah Proyek Roket Mesir yang Digagalkan Mossad

Menyusul kekalahan telak NAZI atas sekutu menyebabkan banyak petinggi Nazi yang kabur meninggalkan Jerman. Salah satu tujuan utama mereka adalah Mesir. Beberapa di antara mereka bergabung dalam sebuah proyek ambisius Presiden Mesir saat itu untuk membangun persenjataan roket. Sayang sekali proyek tersebut berhasil digagalkan oleh seorang agen Mossad karena dapat mengancam keamanan Isarel.



Wilhelm Fahrmbacher adalah ahli persenjataan jerman pertama yang bekerja untuk Nile Project, sebuah proyek rekayasa roket yang diprakarsai oleh Presiden Mesir Jamal Abdul Nasir. Semasa Perang Dunia II ia bekerja sebagai jenderal artileri untuk Nazi.
Wilhelm Fahrmbacher berdiri sambil menunjuk.
Sebanyak 50an eks Nazi bekerja sebagai insinyur roket dalam proyek roket mesir. Salah satu diantaranya adalah Wilhelm Voss. Di bawah ini adalah fotonya saat berada di Mesir.

Johann von Leers juga adalah seorang ahli propaganda Nazi yang bekerja dibawah Joseph Goebbels yang memilih ibukota Mesir sebagai tujuan pelariannya.
Hans Eisele juga adalah seorang mantan Nazi yang kemudian menetap di Mesir sebagai seorang dokter. Ia dijatuhi hukuman mati pada tahun 1947, namun kemudian diubah menjadi penjara sepuluh tahun. Pada tahun 1952 ia dibebaskan dini dan memutuskan pindah ke Mesir.
Namun diantara para eks Nazi tersebut, yang dianggap paling berbahaya adalah Wolfgang Pilz, yang bekerja dalam proyek roket Mesir sejak akhir 1950an.

Proyek rahasia Mesir untuk membangun roket tersebut lambat laun akhirnya sampai ke telinga musuh utama Mesir saat itu, yakni Israel. Yang paling membuat khawatir adalah ketika mereka mengetahui bahwa orang-orang di balik proyek tersebut adalah para mantan Nazi. Akhirnya Israel mengirimkan agen inteljen Mossad terbaik mereka ke Mesir. Salah satunya adalah yang bernama Wolfgang Lotz.
Yang membuat Lotz sangat ideal dalam pekerjaannya sebagai seorang mata-mata adalah karena perawakannya yang tinggi, mata berwarna biru dan dia adalah seorang peminum. Watak dan perawakannya tersebut memungkinkan dirinya untuk mengaku sebagai mantan tentara Jerman yang bertempur di Libia di bawah Jendreal Erwin Rommel. Padahal sesungguhnya, sebelumnya ia bergabung angkatan darat Israel.
Di Mesir, Lotz menyamar sebagai seorang pebisnis dan pengendara kuda untuk para elite Mesir. Ia bekerja untuk Mossad sejak tahun 1960. Sebelumnya ia bekerja untuk pasukan bawah tanah Israel yang bernama Haganah. Ia memiliki seorang istri dan putra di Paris, Perancis, dimana pada saat itu Paris merupakan kantor pusat Mossad. Meskipun demikian, untuk menunjang penyamarannya, ia menikahi seorang perempuan Jerman di Kairo yang bernama Waltraud Neumann. 

Kandang kuda milik Holtz di Kairo.
Penyamarannya sebagai pebisnis kuda keturunan Jerman memberikannya jalan yang mulus untuk memantau pergerakan para ilmuwan bekas Nazi yang bekerja untuk Mesir. Setelah berhasil mengidentifikasi para eks pejabat Nazi tersebut, para agen Mossad lalu mengirimkan surat ancaman kepada mereka dengan kata-kata kasar yang menyuruh mereka untuk pulang kampung dan tidak mencampuri urusan negara lain. Dalam beberapa surat tersebut ada yang diselipkan bom, sehingga terkenal dengan istilah bom kertas atau bom surat. Bom tersebut berhasil membunuh dan mencederai para ilmuwan asal Jerman, termasuk diantaranya adalah Wolfgang Pilz yang mengalami kebutaan permanen akibat terkena bom kertas itu. Akhirnya proyek roket Mesir kandas akibat banyak ilmuwan mereka yang tewas dan mengalami cacat.
Namun entah bagaimana, pada tahun 1965 penyamaran Lotz terbongkar dan ia ditahan pihak keamanan Mesir. Ia dibebaskan pada tahun 1968 dalam proses pertukaran dengan 5000 serdadu Mesir yang ditawan Israel dalam Perang Enam Hari.


Wolfgang Lotz saat di persidangan di Mesir bersama dengan istrinya.
Setelah dibebaskan, Lotz lalu pindah ke Amerika Serikat bersama dengan istrinya yang berasal dari Jerman. Di Amerika Serikat ia mencoba untuk memulai bisnisnya sendiri, namun mengalami kegagalan dan kebangkrutan. Ia meninggal pada tahun 1993 di Bavaria, Jerman dalam keadaan sendiri dan miskin.


Referensi dan Foto via: Spiegel

Postingan populer dari blog ini

Busung Lapar di Lumbung Beras: Sebuah Ironi Berulang di Pulau Lombok

Guru Sang Ratu: Abdul Karim, Dari Pelayan Menjadi Orang Kepercayaan Ratu Victoria

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 4)

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 3)

Seni Menyidik Tanpa Kekerasan Dari Veteran PD II