Kita boleh saja bangga menjadi bangsa yang satu, Bangsa Indonesia, seperti yang tercantum dalam Sumpah Pemuda 1928. Tapi tahu ga sih bangsa bersatu yang kita banggakan sekarang ini dulu masih dalam bentuk kerajaan-kerajaan. Dan lebih parahnya lagi, beberapa diantara kerajaan-kerajaan tersebut ada yang saling berperang dalam waktu yang cukup lama. Kerajaan mana saja ya?
1. Kesultanan Mataram VS Kesultanan Banten
Kesultanan Banten
Meskipun tidak pernah berperang secara langung, namun Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram memiliki sejarah rivalitas yang cukup lama dan mendalam. Bahkan perseteruan mereka memiliki andil besar terhadap arah sejarah Nusantara.Kedua kerajaan ini sebenarnya memiliki akar yang sama, yakni sama-sama berawal dari Kerajaan Demak.
Kisah Banten berawal ketika Syarif Hidayatullah, seorang ulama dan bangsawan Kerajaan Sunda, menikahi adik Sultan Trenggono yang merupakan Sultan Demak pada masa itu. Beliau waktu itu ingin menyebarkan Islam di daerah Kerajaan Sunda Pajajaran. Langkah awal yang ditempuh adalah dengan menjadi Raja Cirebon pada tahun 1479, dan menyatakan Cirebon sebagai kerajaan yang merdeka.
Pada saat itu Sunda beraliansi dengan Portugis, sehingga Sunda memberikan sebidang area di Sunda Kelapa kepada Portugis untuk dijadikan pelabuhan. Sultan Syarif Hidayutallah kurang setuju dengan langkah yang diambil oleh Sunda tersebut. Ia lalu bekerjasama dengan iparnya, Sultan Demak, untuk menyerang kekuatan Portugis di Sunda Kelapa. Setelah berhasil menguasai Sunda Kelapa, yang kemudian diganti menjadi Jayakarta, Syarif Hidayatullah bersama dengan putranya, Pangeran Hasanuddin, mencaplok wilayah Kerajaan Sunda satu demi satu dimulai dari Lampung sampai akhirnya berhasil menguasai Kerajaan Sunda Pajajaran secara utuh. Setelah berhasil menguasai hampir Sumatera bagian Selatan sampai Cirebon, Kerajaan tersebut kemudian memisahkan diri dari Kerajaan Demak dan menjadi Kesultanan Banten pada tahun 1546.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Banten.
Kesultanan Mataram
Kesulltanan Mataram berawal dari perpecahan besar-besaran yang terjadi di Kerajaan Demak. Pada akhir hayatnya, Kerajaan Demak mengalami gunjang-ganjing yang luar biasa dimana para bangsawan dan anggota kerajaan saling bunuh satu sama lain. Saat itu Arya Penangsang melakukan pemberontakan terhadap Sultan yang sah dan berhasil membunuh sang sultan. Adik sang Sultan yang bernama Ratu Kalinyamat berusaha untuk balas dendam, namun malah suaminya terbunuh. Akhirnya ia bersama adik suaminya yang bernama Hadiwijaya atau Jaka Tingkir berusaha untuk membalas dendam dengan memberontak kepada Arya Penangsang yang saat itu menjadi Sultan Demak.Dibantu dengan iparnya yang bernama Sutawijaya, Hadiwijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang. Hadiwijaya kemudian menjadi raja yang baru dan memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Sebagai hadiah atas bantuannya, Sutawijaya diberikan sebidang lahan di daerah Selatan Pajang yang kemudian diberi nama Mataram.
Sepeninggal Hadiwijaya, Pajang mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan antara Pangeran Benowo, putra Hadiwijaya, dengan Arya Penggiri dari Demak. Sutawijaya membantu saudara iparnya, Pangeran Benowo, untuk merebut kekuasaan dari Arya Penggiri. Setelah berhasil, Sutawijaya justru berhasil melakukan manajemen yang efektif dalam mengembangkan Mataram. Akhirnya Pajang memutuskan untuk bertukar posisi berada di bawah kekuasaan Mataram. Sejak saat itu Mataram yang dipimpin oleh Sutawijaya atau Panembahan Senopati mulai melakukan ekspedisi untuk menguasai daerah-daerah di timur Jawa sampai ke Blambangan.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Awal Mula Pertikaian Mataram-Banten
Pada tahun 1595, Mataram dibawah Panembahan Senopati berhasil memaksa Cirebon dan Galuh mengakui kekuasaan Mataram. Setelah berhasil memperluas pengaruh Mataram ke barat, Panembahan Senopati sangat ingin sekali menjadikan seluruh Jawa di bawah Mataram. Namun sayang, Kesultanan Banten yang berada di ujung paling barat masih terlalu kuat untuk Mataram.
Pada tahun 1597 ekspedisi pasukan mencoba untuk menyerang Banten, namun mereka mengalami kegagalan yang sangat parah dikarenakan kurangnya persediaan air.
Selama berpuluh-puluh tahun berbagai cara ditempuh oleh Mataram untuk menguasai Banten selalu mengalami kegagalan ketika berada di bawah kekuasaan Sultan Agung. Salah satu cara yang ditempuh adalah menyuruh Cirebon, yang merupakan kerajaan di bawah Mataram, untuk menyerbu Banten pada tahun 1650. Cirebon mengirim 60 kapal perang untuk menyerbu pelabuhan Banten. Namun Banten masih sangat terlalu kuat dan ekspedisi Cirebon tersebut juga mengalami kekalahan fatal. Peperangan ini dikenal dengan istilah Pagarage.
Konflik yang melibatkan Mataram dan Banten secara tidak langsung juga terjadi ketika raja Cirebon yang bernama Panembahan Girilaya dieksekusi oleh Mataram dibawah Susuhunan Amangkurat I, dan mengambil dua putra mahkota kerajaan untuk dijadikan tawanan di Mataram. Putra mahkota yang bernama Wangsakerta lalu meminta bantuan Sultan Ageng, yang saat itu menjadi raja di kesultanan Banten. Diam-diam Sultan Ageng kemudian memberi dukungan kepada Trunojoyo yang melakukan pemberontakan terhadap Mataram. Kekacauan tersebut kemudian dijadikan kesempatan untuk merembut kembali dua putra Mahkota Cirebon yang diculik Amangkurat I. Peluang ini tidak disia-siakan oleh Sultan Ageng untuk menjadikan Cirebon di bawah Banten dengan mengangkat dua pangeran yang diselamatkan tersebut menjadi Sultah Kasepuhan dan Sultan Kanoman, sedangkan Pangeran Wangsakerta diberikan sedikit area untuk ia kuasai. Dengan demikian Cirebon dibagi menjadi tiga kerajaan kecil dibawah Banten.
Sampai akhirnya Banten dan Mataram kehilangan pamor mereka akibat desakan dari VOC, mereka tidak pernah benar-benar berdamai dan Mataram tidak pernah benar-benar bisa menguasai Banten.
2. Kesultanan Gowa VS Kerajaan Bone
Gowa dan Bone adalah dua buah kerajaan besar yang terdapat di Sulawesi bagian selatan. Gowa berada di selatan bagian barat dan Bone berada di selatan bagian timur. Kerajaan Gowa sebenarnya terdiri dua kerajaan yang menjadi satu, yakni Gowa dan Tallo. Namun keduanya lebih dikenal dengan sebutan Gowa saja.
sepertinya konflik diantara dua kerajaan yang bertetangga ini sudah terjadi sejak lama. Hal itu terlihat dengan adanya perjanjian damai yang ditandatangani pada tahun 1540 oleh La Uliyo sebagai penguasa Bone dan Daeng Matanre sebagai penguasa Gowa. Namun demikian dari waktu ke waktu, Makassar terus melakukan serangan terhadap wilayah Bone. Akhirnya pada tahun 1572, Kerajaan Bone membentuk pakta pertahanan bersama dengan Sopeng dan Wajo.
Konflik Gowa Bone ini mulai semakin memanas ketika Raja Gowa yang baru, I Mangari, memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin pada tahun 1593. Sejak saat itu, Sultan Alauddin kemudian mulai menyebarkan Islam dan meminta kerajaan-kerajaan disekitarnya untuk memeluk Islam juga, termasuk Bone. Kerajaan Bone yang enggan untuk melaksanakan permintaan Sultan Gowa ini kemudian diinvasi dan berhasil ditaklukan pada 1611.
Sejak saat itu Bone melakukan beberapa kali perlawanan untuk membebaskan diri dari penaklukan Gowa Seperti yang terjadi pada 1644. Namun perlawanan tersebut dengan mudah dipadamkan oleh Gowa. Perlawanan mulai semakin sengit ketika dipimpin oleh Aru Palakka sejak tahun 1660.
Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh VOC untuk mewujudkan niat mereka menguasai Sulawesi. VOC dibawah Spellman mengajak Aru Palakka untuk memerangi Gowa yang saat itu sudah dipimpin oleh Sultan Hasanuddin pada tahun 1666.
Bone didukung VOC dengan kekuatan 20 kapal perang, 1860 serdadu VOC, 395 serdadu Ambon dan bantuan dari Ternate. Dengan kekuatan sebesar itu Gowa tidak berhasil ditaklukan dan peperangannya terus berlangsung sampai 1669 ketika Sultan Hasanuddin berhasil ditangkap. Tiga tahun kemudian, pada 1672 Aru Palakka diangkat menjadi Sultan Bone yang menguasai daerah Bone dan Gowa, namun dalam pengawasan VOC.
Ilustrasi Perang Gowa VS VOC-Bone.
Referensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/Banten_Sultanate
https://en.wikipedia.org/wiki/Mataram_Sultanate
https://en.wikipedia.org/wiki/Sultanate_of_Gowa
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2013/10/perang-gowa-vs-bone.html
Peta: http://www.helmink.com