Berdasarkan catatan yang ada, Islam masuk ke Lombok pada awal abad ke enam belas. Ada berbagai cerita atau legenda yang terkait dengan masuknya Islam ini, namun setiap legenda berbeda sehingga sangat sulit untuk melihat gambaran utuhnya.
Zaman Masuknya IslamMenurut Marisson (1999) -perbedaan mengenai asal-usul masuknya Islam mencerminkan diversifikasi Islam yang ada di Lombok. Ada yang berpendapat Islam masuk melalui Jawa, ada yang mengatakan melalui Bangsa Melayu, Bugis, Sumbawa dan bahkan ada yang mengatakan berasal dari pedagang Arab langsung. Tampaknya semua pendapat tersebut benar, namun berdasarkan bukti yang ada islam pertama kali dibawa memang oleh Orang Jawa.
Berdasarkan Babad Lombok, Islam masuk ke Lombok dibawa oleh Sunan Prapen, yang merupakan anak, atau pengikut Raden Paku yang terkenal dengan julukan Sunan Giri, yang berasal dari Gresik. Sunan Prepen memaksakan Islam masuk ke Lombok dengan kekuatan militer. Namun hal ini kurang membuahkan hasil, dimana para permpuan bersikukuh dengan keyakinan lama mereka, sedangkan para pemimpin adat atau suku yang tidak suka dengan situasi ini memindahkan pusat pemerintahan dari pantai utara (Bayan) ke Selaparang. Setelah kurang berhasil di Lombok, Sunan Prapen melanjutkan misinya ke Sumbawa dan Bima. Sepulangnya dari Sumbawa dan Bima, Sunan Prapen mampir lagi ke Lombok dan menyebarkan Islam lagi. Kali ini usahanya lebih berhasil. Salah satu peninggalannya adalah Masjid Belek (Masjid Besar) yang ada di Bayan. H.J. de Graff (1941) mengaitkan misi Sunan Prapen ini dengan misi militer Sultan Trenggono dari Demak yang berkuasa pada tahun 1521 sampai 1550 M. Sultan Trenggono mengirim misi menyebarkan Islam ke seluruh Nusantara termasuk ke daerah timur. Memang terdapat kemiripan antara tradisi Islam Sasak dengan Islam tradisional di daerah Jawa Timur seperti Gresik, Pasuruan, Banyuwangi dan Madura.
Masjid Belek di Bayan. Desain masjid ini mirip dengan masjid kuno di Aceh seperti yang ditampilkan pada gambar di bawah ini.
Versi yang lain tentang masuknya Islam di Lombok adalah misi Pangeran Sangupati, yang diceritakan dalam tulisan atau babad berjudul Pangeran Sangupati. Beliau membawa Islam mistik sinkritisme dari Jawa. Islam berbau sufi ini kemudian dikaitkan oleh beberapa ahli sebagai asal-usul kepercayaan waktu telu. De Graff berpendapat bahwa Pangeran Pasupati ini berasal dari Bali. Pangeran Pasupati sendiri di setiap daerah memiliki nama yang berbeda diantaranya Aji Duta Semu (Jawa), Pedanda Wau Rauh (Bali) dan Tuan Semeru (Sumbawa).
Terdapat legenda lain yang tertera dalam babad yang berjudul Nur Sada. Legenda ini menceritakan bahwa pada zaman dahulu di Lombok terdapat seorang bijak bernama Said Mu’min yang memiliki dua orang anak yakni Nur Cahya dan Nur Sada. Nur Cahya mengikuti kepercayaan Waktu Lima, sedangkan Nur Sada mengikuti kepercayaan Waktu Telu. Nur Cahya dengan kepercayaannya tidak pernah memperoleh kebahagiaan, sedangkan Nur Sada selalu diperkati dan tidak pernah menderita. Akhirnya masyarakat Lombok mengikuti kepercayaan Nur Sada karena menurut mereka lebih sesuai dengan kebutuhan dan temperamen masyarakat Sasak.
Bagian ke 3.
Masjid kuno di Praya
Masjid Pagutan
Bagian ke 1.Bagian ke 3.
Refrensi Teks: E. Marrison, Geoffrey, Sasak and Javanesse Literature of Lombok, Leiden: KITLV Press, 1999
Sumber Gambar: Tropenmuseum