Langsung ke konten utama

Mungkin Selama Ini Kita Salah Kaprah Mengenai Prabowo Subianto (Percakapan Rahasia antara Mayjen Prabowo dengan Stanley Roth 6 November 1997)

Mungkin apa yang kita tahu tentang Prabowo Subianto terkait krisis 1998 selama ini salah. Mungkin lho ya. Selama ini kita mengetahui bahwa peran Mayjen Prabowo Subianto dalam krisis 1997/1998 adalah untuk mempertahankan kekuasaan Presiden Soeharto, yang juga adalah ayah mertuanya. Namunsetelah membaca sebuah dokumen rahasia yang sudah dibuka ke publik oleh National Security Archive tentang percakapan antara Mayjen Prabowo dengan Stanley Roth, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Asia Pasifik padatanggal 6 November 1997, semuanya tampak berbeda.



Pada awal tahun 1997, Thailand mengalami defisit transaksi berjalan yang memaksa pemerintah untuk meningkatkan suku bunga. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan Thailand makin terlilit hutang, terutama di pasar properti. Akhirnya perusahaan-perusahaan ini melakukan pinjaman jangka pendek dari luar negeri yang menyebabkan munculnya tekanan terhadap mata uang Baht. Pada saat itu mata uang di Asia Tenggara mematok nilai tukar mereka terhadap Dollar Amerika. Namun akibat adanya tekanan ini, mereka terpaksa meninggalkan sistem patokan ini dan melepaskannya ke pasar. Pada saat negara-negara ini melepaskannya nilai tukarnya ke pasar, mata uang tersebut jatuh bebas. Penyakit keuangan ini menular dari Thailand ke negara-negara tetangganya.

Indonesia tidak bisa menghindar dari penyakit ini, meskipun pada awal tahun terlihat masih kuat. Pada Agustus 1997 terjadi pembelian dollar besar-besaran di Indonesia untuk membayar hutang luar negeri jangka pendek dari perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Untuk mempertahankan nilai justru berakibat buruk karena menyebabkan cadangan devisa Indonesia menjadi tukar rupiah, Bank Indonesia menjual cadangan Dollar milik mereka, yang kering. Akhirnya Indonesia tidak mampu lagi campur tangan untuk membendung sehingga banyak yang tutup. Pengangguran pun meluas di kota-kota besar. merosotnya harga rupiah. Perusahaan-perusahaan besar yang memiliki hutang luar negeri yang besar kesulitan membayar hutang mereka dalam Dollar Krisis ini diperparah dengan kondisi politik yang memang sudah tidak stabil sejak tahun 1996.

Sejak awal 1990an telah terjadi persaingan politik dalam tubuh Angkatan Darat. Kubu Benny Moerdani menggunakan pengaruh politik Megawati berusaha menggantikan rezim Soeharto yang telah berkuasa selama hampir 30 tahun. Sedangkan kubu lainnya yang dekat dengan kelompok Islam yand dikenal dengan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) memiliki keinginan yang sama. Meskipun demikian, dihadapan pemerintahan Soeharto, mereka menunjukan kalau mereka adalah orang yang loyal terhadap rezim. Seiring berjalannya waktu, kubu yang dekat dengan Islam memenangkan hati Soeharto pada saat itu, sehingga diangkatlah ketua ICMI, B.J. Habibie, sebagai wakil presiden. Selain itu Feisal Tanjung diangkat sebagai Panglima Besar, dimana ia adalah orang yang dekat dengan kelompok Islam. Posisi ketua umum PDI yang saat itu dijabat oleh Megawati tiba-tiba digantikan secara sepihak oleh faksi baru di dalam PDI yang mengangkat Soerjadi sebagai ketua umum. Akhirnya terjadilah tragedi Kudatuli atau Kerusuhan Dua Tujuh Juli dimana kubu Soerjadi mengambil paksa kantor PDI di Jakarta Pusat. Sejak saat itu, Indonesia menghadapi krisis ekonomi dan politik di waktu yang bersamaan.
Nah, pada saat itu Mayjen Prabowo menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus. Mayjen Prabowo sendiri dalam hal politik lebih dekat kepada kubu Islam dan banyak yang menyangka ia adalah orang yang berusaha mempertahankan kekuasaan Presiden Soeharto pada saat itu. Namun, catatan pertemuan rahasia Prabowo dengan Asisten Luar Negeri AS, Stanley Roth menunjukan hal yang berbeda.

Pertemuan itu dibuka oleh Stanley Roth dengan menyampaikan riwayat hubungan AS-Indonesia dimana AS berusaha memperkuat hubungan bilateral kedua negara dengan memastikan penyediaan Hercules C-130 dan pendanaan sebesar USD 3 miliar melalui IMF.

Prabowo membalas dengan menyampaikan bahwa memang hubungan IPOLEKSOSBUD antara AS dengan Indonesia sangatlah penting. Prabowo menyatakan bahwa ia tidak ingin Indonesia seperti Yugoslavia yang terpecah berkeping-keping karena perbedaan suku, agama, ras dan budaya. Prabowo mengatakan bahwa meskipun banyak yang tidak setuju, namun ia berpandangan bahwa Amerika Serikat berjasa dalam penumpasan komunisme di Indonesia dengan pengorbanan 58.000 ribu serdadunya di perang Vietnam yang telah memberikan ruang nafas bagi Asia Tenggara dimana tanpa keterlibatan Amerika Serikat, Asia Tenggara bisa saja berada di bawah pengaruh komunisme.
Prabowo berpendapat bahwa tantangan berikutnya adalah bagaimana mewujudkan transisi dan transformasi politik di Indonesia. Ia mengatakan bahwa Presiden Soeharto telah sangat berhasil mengembangkan perekonomian Indonesia. Meskipun latar belakangnya sebagai tentara dengan pendidikan formal dan latihan luar negeri yang sangat terbatas, namun Presiden Soeharto adalah orang yang cerdas dan memiliki memori fotografis. Namun demikian Presiden Soeharto tidak selalu memiliki pengetahuan terkait tekanan dan permasalahan global.

Pernyataan Mayjen Prabawo yang berikutnya cukup mencengangkan karena selanjutnya ia berpendapat bahwa alangkah lebih baik jika Presiden Soeharto melepaskan jabatannya pada bulan Maret 1998. Lebih jauh ia mengatakan bahwa negara bisa bergerak atau berubah dengan damai dengan transisi kekuasaan yang sesuai dengan aturan. Ia kembali lagi menegaskan bahwa era Presiden Soeharto akan segera berakhir.

Ia menambahkan di bawah permukaan sedang terjadi intrik politik yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak cukup kuat untuk menantang Presiden secara langsung. Manuver politik ini berbahaya karena meningkatkan kekacauan dalam masyarakat. Perubahan tidak dapat terhindarkan dan akan segera datang. Namun militer memiliki tanggung jawab berat untuk mendorong reformasi sambil menjaga agar tidak terjadi kerusuhan dan ketidakstabilan. Ia mengambil Yugoslavia sebagai contoh dimana para pemimpin angkat tangan dan negaranya hancur dalam anarki.

Prabowo Subianto menyatakan bahwa sesungguhnya angkatan bersenjata adalah sebuah faktor penting dalam transformasi sistem politik. Ia ingin mencontoh Korea Selatan, Taiwan dan Thailand yang mampu melakukan reformasi tanpa campur tangan militer. Ia kemudian berkata “Saya benci politik. Saya mau militer tidak ikut campur dalam politik”.

Prabowo juga menyampaikan bahwa ia telah mencari dana di luar militer untuk mengirimkan 53 prajurit ke sekolah sarjana dan pasca sarjana militer di Inggris dan Amerika. Mereka adalah kadet militer Indonesia pertama di VMI (Virgina Military Institute), The Citadel dan Norwich dan ia bangga karena mereka berprestasi dalam studinya. Prabowo ingin agar Indonesia dipimpin oleh orang-orang yang terbaik dan mereka harus berpendidikan tinggi.

Prabowo menyampaikan bahwa ia ingin membeli pelatihan militer AS melalui penjualan militer asing (Foreign Military Sales). Ia ingin mengirim pasukan khusus ke luar negeri agar terbiasa dengan nilai, standard, akuntabilitas dan profesionalisme Barat. Prabowo menyatakan bahwa ia adalah produk pendidikan barat dan paham betul manfaatnya. Tapi “seseorang” di Pentagon atau Pemerintahan AS menggagalkan permintaannya tersebut.

Sekian yang disampaikan oleh Prabowo dalam pertemuan tersebut. Beberapa pendapatnya saat itu mungkin sudah berubah kini. Dulu ia tidak suka politik tapi sekarang tidak lagi. Ia juga adalah salah satu orang yang ingin agar Soeharto turun tahta, padahal saat itu ia adalah bagian dari keluarga Cendana. Ia juga adalah yang tidak mau militer terlibat dalam reformasi dan transformasi Indonesia. Setelah membaca telegram ini, bukan hal yang aneh jika kemudian ia dipecat dari jabatannya dan disingkirkan dari keluarga Cendana karena pemikirannya saat itu bertentangan dengan keluarga dan teman-temannya di militer. Ia mengatakan Soeharto harus sebaiknya turun pada bulan Maret 1998 dan kenyataannya beliau mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Prabowo bermimpi reformasi berjalan sesuai dengan aturan dan tanpa korban jiwa, namun kenyataannya banyak korban yang berjatuhan. Ia takut Indonesia seperti Yugoslavia, dan hampir saja Indonesia seperti Yugoslavia dimana kerusuhan antar suku, agama dan ras terjadi di berbagai tempat di Indonesia pasca reformasi. Ada beberapa dokumen lainnya yang dirilis oleh National Security Archive terkait peristiwa 1998, diantaranya adalah laporan bahwa Prabowo mendapat perintah dari atas untuk menculik beberapa aktifis. Namun tulisan ini tidak berfokus pada hal itu, karena yang ingin disampaikan di sini adalah bagaimana harapan seorang Prabowo sebelum krisis 1998 memanas dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia.

Sumber:

https://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Library/Publications_Archive/CIB/CIB9798/98cib13#INDO

Postingan populer dari blog ini

Busung Lapar di Lumbung Beras: Sebuah Ironi Berulang di Pulau Lombok

Guru Sang Ratu: Abdul Karim, Dari Pelayan Menjadi Orang Kepercayaan Ratu Victoria

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 4)

Jalan Berliku Terbangunnya Masyarakat Di Pulau Lombok (Bag. 3)

Seni Menyidik Tanpa Kekerasan Dari Veteran PD II